Berikut Waktu Terbaik untuk Berjemur Agar Tetap Sehat, “Cek UV Index di Sini”

Matahari pagi diyakini punya banyak untuk memperkuat sistem imun agar tak mudah tertular COVID-19. Tantangannya adalah mencari waktu terbaik untuk berjemur agar manfaatnya optimal.
Tentunya dengan tetap menerapkan protokol kesehatan dengan ketat, terlebih di tengah lonjakan kasus yang gila-gilaan belakangan ini. Jangan sampai gara-gara ingin berjemur, malah berkerumun.
Pada prinsipnya, ada beberapa hal yang harus dipahami untuk menentukan waktu terbaik berjemur di pagi hari. Pertama, komponen sinar matahari yang dibutuhkan untuk meningkatkan kadar vitamin D adalah Ultraviolet B atau UVB. Komponen ini lebih mudah didapat ketika intensitas sinar matahari tidak terlalu redup.
Di sisi lain, sinar matahari yang terlalu terik justru merugikan. Selain bisa membuat kulit ‘terbakar’ dan menyisakan flek yang susah dihilangkan, beberapa penelitian juga mengaitkannya dengan risiko kanker kulit. Karenanya, penggunaan tabir surya dianjurkan ketika matahari terlalu terik.
Jadi kapan waktu terbaik untuk berjemur agar manfaatnya optimal? Jawabannya, tidak ada. Ada banyak faktor yang harus diperhitungkan, bahkan di satu lokasi pun intensitas sinar ultraviolet pada jam yang sama bisa berbeda-beda setiap harinya karena pengaruh cuaca.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) secara rutin membuat panduan terkait hal ini. Informasi indeks sinar ultraviolet (UV Index) di Indonesia bisa dipantau secara rutin setiap hari.
Selain itu, informasi UV index juga bisa dicek di berbagai aplikasi ramalan atau perkiraan cuaca. Makin tinggi UV Index, makin tidak disarankan untuk berlama-lama berada di bawah paparan terik sinar matahari. Begitu juga saat UV Index terlalu rendah, berjemur terlalu singkat tidak akan terlalu memberikan manfaat.
Menurut dr Rendy, tidak ada guideline yang secara spesifik menentukan waktu terbaik untuk berjemur. Banyak faktor yang mempengaruhi, misalnya cuaca dan letak geografis. Jam 10 pagi di Jakarta misalnya, intensitas sinar mataharinya tentu berbeda dengan jam 10 pagi di Kopenhagen.
UV Index, disebutnya lebih relevan untuk dijadikan dipertimbangkan dalam memilih waktu terbaik untuk berjemur. Berjemur selama 15-30 menit ketika UV Index berada di angka 3-7, menurutnya cukup ideal dengan memperhitungkan rasio ‘risk and benefit’.
Bagaimana caranya mengetahui UV Index di suatu tempat? Ternyata gampang banget. Berbagai aplikasi perkiraan cuaca di smartphone umumnya sudah memberikan informasi cukup detail tentang berbagai indikator cuaca, termasuk UV Index.
Berarti mending berjemur pagi banget saat UV Index masih sangat rendah?
Nggak juga. Kalau terlalu pagi, intensitas UVB yang dibutuhkan oleh tubuh mungkin belum cukup. Butuh waktu lebih lama untuk mendapat manfaat yang sama, yang artinya makin lama pula terpapar ultraviolet lain yakni UVA.
“Untuk di negara tropis seperti Indonesia, berjemur sekitar pukul 9 pagi sudah cukup untuk meningkatkan kadar vitamin D dalam tubuh. Berjemur cukup dilakukan sebanyak 3 kali seminggu, agar proses metabolisme vitamin D juga menjadi lebih efektif. Selain itu, sinar UVA memiliki gelombang yang lebih panjang dan dapat menembus lapisan kulit lebih dalam,” kata dr Rendy.
“Ultraviolet A ini yang menyebabkan penuaan dini atau photoaging” lanjutnya.
Untuk mendapatkan asupan vitamin D yang cukup, dr Rendy mengingatkan bahwa asupan nutrisi juga harus diperhatikan. Kebutuhan vitamin D, bagaimanapun tidak bisa dipenuhi hanya dengan berjemur.
Bahkan, ia tidak menganjurkan berjemur terlalu sering. Berjemur seminggu 3 kali menurutnya sudah cukup ideal, dengan syarat 60 persen permukaan tubuh terpapar, selama 15-30 menit, dan dengan kondisi UV Index di rentang 3-7. Jangan lupa, pakai sunblock agar kulit tidak terbakar.