Ahli Jelaskan Penyebab Corona di Indonesia, yang Diprediksi akan Masuk Hiperendemi

0
ilustrasi-pemakaian-masker-di-tempat-umum
Berbagi Informasi :

Kondisi Corona di Indonesia disebut-sebut akan ‘turun’ dari pandemi. Bukan menjadi penyakit endemi, tetapi Indonesia akan mengalami hiperendemi.

“Kalau saja pandemi itu akan dicabut oleh WHO setelah mengevaluasi pengaruhnya di dunia di berbagai benua dan negara, Indonesia yang potensial terjadi hiperendemi ya,” kata Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra.

Hermawan menjelaskan hiperendemi bermakna penyakit yang akan bertahan dengan status risiko yang masih tinggi, apalagi belum ditemukan obat dan vaksinnya. Indonesia pun belum mampu secara mandiri, baik dari sisi fasilitas maupun vaksinnya.

Dikutip dari laman CDC, dalam epidemiologi, istilah hiperendemi merujuk pada penyakit yang terus-menerus dan masih hadir dalam suatu populasi dengan tingkat insiden dan/atau prevalensi (kejadian) yang tinggi dan yang sama-sama mempengaruhi semua umur.

Apa sih hiperendemi itu?

Sementara menurut definisi dari Institut Robert Koch di Jerman, hiperendemisitas tidak selalu dikaitkan dengan tingkat kejadian yang tinggi. Hiperendemi adalah penyakit yang ada di mana-mana dengan sirkulasi yang sedang berlangsung di daerah endemik dengan tingkat prevalensi yang tinggi.

Hal ini mengakibatkan suatu wilayah hiperendemi akan menunjukkan angka kejadian yang relatif rendah. Tetapi, pada saat yang sama juga menimbulkan risiko infeksi yang tinggi bagi orang-orang yang datang ke wilayah tersebut.

Apa penyebabnya?

Hermawan mengungkapkan beberapa faktor yang menjadi penyebab Corona di Indonesia akan menjadi hiperendemi, salah satunya SDM dalam merespon pandemi.

“Karena laju penularannya masih tinggi, kelemahan testing kita masih terjadi, perilaku yang masih belum disiplin, SDM penanganan yang terbatas di daerah-daerah Indonesia potensial memasuki hiperendemi,” tuturnya.

“Jadi hiperendemi ini maknanya penyakit yang akan bertahan dengan status risiko yang masih tinggi apalagi belum ditemukan obat dan vaksinnya, Indonesia juga belum mampu secara mandiri,” kata Hermawan.

Selain itu, Hermawan juga menyoroti perilaku masyarakat yang masih mengabaikan protokol kesehatan. Jika itu terus berlanjut, Indonesia bisa menjadi salah satu negara yang masih berisiko tinggi menghadapi COVID-19 jika status pandemi nantinya dicabut.

“Kita akan melihat apakah WHO akan mengevaluasi istilah pandemi hingga akhir tahun ini, nah begitu WHO mencabut kata pandemi dari COVID-19 maka yang akan terjadi negara-negara yang belum menyelesaikan persoalan COVID-19 itu menghadapi istilah baru, endemi, penyakit yang bertahan di negara-negara tersebut dengan berbagai faktor dan kemungkinan,” jelas Hermawan.

“Laju penularannya masih tinggi, kelemahan tes masih terjadi, perilaku yang masih belum disiplin, sumber daya penanganan yang masih terbatas di daerah-daerah, Indonesia potensial memasuki hiperendemi,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *