Pakar Unair Termasuk Peneliti Top Dunia, Bidang Bakteri Maag dan Kanker Lambung

Peneliti dan dokter Universitas Airlangga (Unair) dr. Muhammad Miftahussurur, MKes, SpPD-KGEH, Ph.D masuk dalam daftar top 0,1% peneliti dunia yang menulis tentang Helicobacter pylori versi Expertscape World Expert. Pemeringkatan ini menempatkan dr. Miftah sebagai satu-satunya peneliti dari Indonesia yang menerima penghargaan tersebut.
Dikutip dari laman Unair, Helicobacter pylori merupakan bakteri spiral aktif sebagai patogen di lambung manusia. Infeksi Helicobacter pylori memicu sakit maag atau gastritis hingga kanker lambung.
Expertscape merupakan lembaga pemeringkatan pakar dunia di bidang kedokteran klinis dan penelitian. Dikutip dari laman Expertscape, alumnus S1 Pendidikan Dokter Unair ini merupakan Top 0,07% dari 44.121 peneliti yang merilis publikasi tentang Helicobacter pylori sejak 2011-2021.
Dalam laman tersebut dijelaskan, dr Miftah adalah pria kelahiran Sidoarjo 29 September 1979. Dia pernah harus mengumpulkan 1.000 orang untuk mendapatkan 100 bakteri dalam penelitian Helicobacter pylori. Sambil membawa alat endoskopi, ia mulai berkeliling nusantara.
Di Indonesia, kata dr. Miftah, bakteri Helicobacter pylori hanya banyak terdapat pada orang etnis tertentu. Beberapa di antaranya yaitu orang suku Batak, Bugis, Papua, dan Timor. Sementara itu, ia mendapati orang-orang suku Jawa, Sunda, atau Melayu mempunyai prevalensi bakteri Helicobacter pylori yang rendah, bahkan hanya di angka 2%.
“Angka 2% itu kan artinya dari 100 orang, hanya dua orang yang positif. (Rendah) dibandingkan dengan (orang) suku Batak yang mencapai 40% atau orang suku Bugis yang sekitar 38%,” papar Wakil Rektor Bidang Internasionalisasi, Digitalisasi dan Informasi (IDI) Unair ini dalam keterangan tertulis, Rabu (17/11/2021).
Temuan terkait etnik ini, kata dr. Miftah, lantas menjadi fenomena yang menarik perhatian dunia. Sebab, jelasnya, rata-rata tingkat prevalensi Helicobacter pylori di seluruh dunia mencapai 40-60%. Hasil kajian ini juga ia bawa untuk dipaparkan di Taiwan dan Korea Selatan.
“Ini menjadi pusat perhatian. Di situlah publikasi-publikasi kita bisa diterima. Di negara-negara maju seperti Jepang, prevalensinya mencapai 40 sampai 60 persen. Sedangkan negara-negara Afrika di angka 60 sampai 70 persen. Nah, kita ini hanya dua persen, makanya menarik,” jelasnya.
Alumnus S1 Fakultas Kedokteran (FK) Unair ini menuturkan, ia mulai mempelajari Helicobacter pylori sejak tahun 2011. Dari masa penelitian 10 tahun, Miftah menghasilkan 98 publikasi terindeks Scopus. Sebanyak 80 di antaranya membahas mengenai Helicobacter pylori. Tidak heran, Expertscape menobatkannya sebagai “Pakar Dunia”.
“Saya kaget tapi Alhamdulillah masih katut. Walaupun ini tidak mencerminkan kesemua hal tentang pylori, tetapi saya merasa daftar itu cukup adil karena saya lihat di urutan 1, 2, dan 3 memang itulah ahli pylori dunia,” ucapnya.
Sebagai informasi, para pemuncak ahli Helicobacter pylori dalam daftar Expertscape World Expert tersebut yakni David Yates Graham, Peter Malfertheiner, dan Yoshio Yamaoka.
Berangkat dari pencapaiannya, Miftah berharap dapat meyakinkan para peneliti Indonesia bahwa molecular epidemiology masih menjadi penelitian yang cukup prospektif untuk dijalani. Menurutnya, tidak ada bidang penelitian yang sia-sia.
Ia menuturkan, dahulu sempat berpikir bahwa perspektif penelitian Helicobacter pylori sangat rendah. Tetapi, bidang tersebut justru membawanya lanjut studi S3 di Oita University, Jepang (2016) dan studi Postdoktoral Gastroenterologi di Baylor College of Medicine, Texas, Amerika Serikat.
“Walaupun bidang penelitian kita tidak terlalu prospektif, tetapi jika tekun pada suatu bidang terus-menerus, ternyata juga memberikan dampak yang cukup besar,” pungkasnya.